(oleh: Al-Ustadz Muhammad Rijal, Lc.)
Dari kebebasan berpikir berlandas kekufuran muncullah teori evolusi.1 Hak-hak Alloh Subhanahu Wa Ta`ala dan rasul- rasul-Nya, bahkan seluruh manusia dilecehkan oleh teori ini. Berita Alloh Subhanahu Wa Ta`ala dan Rasul-Nya tentang penciptaan Adam dan Hawa pun ditolak. Anehnya, teori ini tetap bertahan dan tersebar di tengah kaum muslimin melalui kurikulum-kurikulum pendidikan.
Sabda Rasulullah Shalallhu`alaihi Wassalam berikut perlu kita renungkan sebagai timbangan syariat yang memutuskan kebatilan teori ini. Dari Abu Hurairah Radiyallahu`anhu, dari Nabi Shalallhu`alaihi Wassalam, beliau bersabda: “Allah menciptakan Adam dan tingginya 60 dzira’ (hasta). Kemudian Allah berfirman kepada Adam: ‘Pergilah, ucapkan salam kepada mereka para malaikat. Lalu dengarlah salam mereka kepadamu, sebagai salammu dan salam keturunanmu!’ Maka Adam berkata: ‘Assalamu’alaikum.’ Malaikat-malaikat Allah menjawab: ‘Assalaamu’alaika warahmatullah’ –mereka menambahnya dengan ‘warahmatullah’. Maka semua orang yang masuk jannah (tinggi badannya) seperti Adam. Dan manusia terus menerus berkurang (ketinggiannya) hingga saat ini.”
Takhrij Hadits
Hadits ini shahih dan tergolong hadits-hadits muttafaqun ‘alaihi. Al-Imam Abdurrazzaq bin Hammam Ash-Shan’ani meriwayatkannya dalam Al-Mushannaf, Kitabul Jami’ Bab Kaifa As-Salam war Radd (10/384, no. 19435) dari jalan Ma’mar bin Rasyid dari Hammam bin Munabbih dari Abu Hurairah Radiyallahu`anhu.2
Melalui jalan Abdurrazzaq, imam-imam ahlul hadits mengeluarkan hadits Abu Hurairah Radiyallahu`anhu. Di antara mereka adalah Al-Imam Ahmad bin Hanbal Rahimahullah dalam Al-Musnad (2/315). Demikian pula Al-Imam Al-Bukhari di dua tempat dalam Shahih-nya, Kitab Al-Anbiya` r, Bab Khalqu Adam Shalawatullahi ‘alaihi wa Dzurriyatihi (no. 3326) dan dalam Kitab Al-Isti`dzan, Bab Bad`us Salam (11/3, no. 6227), dengan syarah Ibnu Hajar Al-‘Asqalani t), juga dalam Al-Adabul Mufrad (no. 978). Adapun Al-Imam Muslim t, beliau meriwayatkannya dalam Ash-Shahih Kitab Al-Jannah wa Shifatu Na’imiha wa Ahliha (17/178, dengan syarah An-Nawawi Rahimahullah), juga diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah dalam Kitab At-Tauhid (1/93-94), Ibnu Hibban dalam Shahih-nya (no. 6162), Ibnu Mandah dalam Ar-Radd ‘alal Jahmiyah (hal. 41-42), dan Al-Baihaqi dalam Al-Asma` wash Shifat (hal. 289-290).
Selain dari jalan Abdurrazzaq, hadits ini juga diriwayatkan At-Tirmidzi dalam As-Sunan (no. 3368), An-Nasa`i dalam ‘Amalu Al-Yaum wal Lailah (no. 218 dan 220), Ibnu Hibban Rahimahullah dalam Shahih-nya (no. 6167), Al-Hakim Rahimahullah dalam Al-Mustadrak (1/64), dan Al-Baihaqi Rahimahullah dalam Al-Asma` wash Shifat (hal. 324-325). Semuanya dari jalan Al-Harits bin Abi Dzubab dari Sa’id bin Abi Sa’id Al-Maqburi dari Abu Hurairah Radiyallahu`anhu.
Lafadz hadits yang kita sebutkan adalah lafadz Al-Bukhari dalam Shahih-nya Kitab Al-Anbiya`.
Makna Hadits
Hadits ini menerangkan penciptaan Adam `alaihissalam dalam bentuk yang sempurna, fisik, dan akalnya.
Dari sisi fisik, Alloh Subhanahu Wa Ta`ala ciptakan beliau dengan kesempurnaan badan dan anggota tubuh. Adam `alaihissalam diciptakan dengan tinggi 60 hasta, sebagaimana sabda Rasulullah Shalallhu`alaihi Wassalam: “Allah menciptakan Adam, dan tingginya 60 dzira’ (hasta).”
Adapun dari sisi akal dan rohani, Alloh Subhanahu Wa Ta`ala ciptakan Adam dalam keadaan memiliki akal sempurna, mampu mengenal dan memahami, sebagaimana ditunjukkan hadits Abu Hurairah Radiyallahu`anhu ini. Di mana Alloh Subhanahu Wa Ta`ala memerintahkan Adam `alaihissalam menuju sekelompok malaikat lalu mengucapkan salam kepada mereka serta memerhatikan jawaban malaikat atas salam yang diucapkannya.
Hadits ini juga menunjukkan bahwa Adam `alaihissalam tidak seperti keturunannya dalam proses penciptaan. Alloh Subhanahu Wa Ta`ala ciptakan dengan ketinggian 60 hasta tanpa tahapan yang dilalui sebagaimana anak keturunannya, di mana mereka mengalami perkembangan dimulai dari nutfah (air mani) kemudian ‘alaqah (segumpal darah) kemudian mudhghah (segumpal daging). Sebagaimana hal ini Alloh Subhanahu Wa Ta`ala firmankan di awal surat Al-Mu`minun[3], dan Rasulullah Shalallhu`alaihi Wassalam sabdakan dalam hadits Abdullah bin Mas’ud Radiyallahu`anhutentang proses terbentuknya manusia dalam rahim ibunya.
Rasulullah Shalallhu`alaihi Wassalam mengabarkan bahwa ketinggian Adam tidak berlanjut pada seluruh keturunannya. Sebagaimana dinyatakan dalam hadits ini, keturunan Adam `alaihissalam akan terus berkurang tinggi tubuhnya hingga mencapai ketinggian yang kita saksikan pada umat Rasulullah Shalallhu`alaihi Wassalam .[4]
Faedah berikutnya dari hadits ini, Rasulullah Shalallhu`alaihi Wassalam mengabarkan bahwa ahlul jannah akan masuk ke dalamnya dengan ketinggian 60 hasta, serupa dengan bapak mereka Adam `alaihissalam. Dalam hadits lain Rasulullah Shalallhu`alaihi Wassalam bersabda:
“Sesungguhnya rombongan pertama yang masuk jannah seperti bulan di malam purnama, dan rombongan berikutnya bercahaya seperti bintang-bintang yang sangat gemerlap laksana mutiara di langit. Mereka tidak kencing, tidak buang air besar, tidak meludah, tidak pula membuang ingus. Sisir-sisir mereka dari emas, keringat mereka misik, dan pengasapan mereka adalah al-aluwwah (kayu gaharu). Istri-istri mereka adalah Al-Hurul ‘Iin (bidadari-bidadari bermata jeli), dengan perawakan yang serupa sama dengan bapak mereka Adam, setinggi 60 hasta.”[5]
Ayat-ayat Al-Qur`an tentang Kesempurnaan Penciptaan Adam
Pembaca rahimakumullah (semoga Alloh Subhanahu Wa Ta`ala merahmati Anda), di samping hadits Abu Hurairah Radiyallahu`anhu di atas, ayat-ayat Al-Qur`an telah menerangkan kesempurnaan penciptaan Adam dan keturunannya. Alloh Subhanahu Wa Ta`ala berfirman:
“Sungguh Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.” (At-Tin: 4)
Asy-Syaikh Abdurrahman Nashir As-Sa’di berkata tentang ayat ini: “Maksudnya, Allah Subhanahu wa Ta`ala telah ciptakan manusia dengan penciptaan yang sempurna. Serasi susunan anggota badannya, memiliki tubuh tegak, tidak terluput sedikitpun dari apa yang dibutuhkan, baik perkara lahir atau batin.” (Taisir Al-Karimir Rahman, 7/648)
Dari Ayat-ayat Al-Qur`an dan hadits-hadits Rasulullah Shalallhu`alaihi Wassalam tentang Adam baik berkaitan dengan proses penciptaan, bentuk fisik atau waktu penciptaannya[6], dapat dipahami bahwa Alloh Subhanahu Wa Ta`ala menciptakan Adam dengan sempurna. Alloh Subhanahu Wa Ta`ala juga memuliakan beliau dengan berbagai kemuliaan. Di antara kemuliaan tersebut:
Pertama: Alloh Subhanahu Wa Ta`ala ciptakan Adam dengan kedua tangan-Nya, sebagaimana ditunjukkan dalam firman Alloh Subhanahu Wa Ta`ala: ‘Hai Iblis, apa yang menghalangimu sujud kepada (Adam) yang Aku ciptakan dengan kedua tangan-Ku? Apakah kamu menyombongkan diri ataukah kamu (merasa) termasuk orang-orang yang (lebih) tinggi?’.” (Shad: 75)
Kedua: Alloh Subhanahu Wa Ta`ala ajarkan ilmu nama-nama segala sesuatu kepada Adam, sebagaimana firman-Nya:“Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya. Kemudian mengemukakannya kepada Malaikat lalu berfirman: ‘Sebutkanlah (oleh kalian) kepada-Ku nama benda-benda itu jika kalian memang orang-orang yang benar!’.” (Al-Baqarah: 31)
Ibnu Katsir Rahimahullah berkata: “Dalam ayat ini ada kemuliaan Adam atas malaikat, dengan apa yang Alloh Subhanahu Wa Ta`ala khususkan untuknya berupa ilmu nama-nama segala sesuatu yang tidak (diberikan) untuk malaikat.” (Tafsir Ibnu Katsir (1/94))
Ketiga: Alloh Subhanahu Wa Ta`ala perintahkan malaikat untuk sujud kepadanya. Alloh Subhanahu Wa Ta`ala berfirman: “Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para Malaikat: ‘Sujudlah kalian kepada Adam.’ Maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah dia termasuk golongan orang-orang yang kafir.” (Al-Baqarah: 34)
Tiga kemuliaan ini disebutkan Rasulullah Shalallhu`alaihi Wassalam dalam hadits syafaat yang masyhur, ketika manusia berada di Mahsyar mendatangi Adam `alaihissalam. Mereka berkata kepadanya:
“Allah telah menciptakanmu dengan tangan-Nya, memerintahkan malaikat-malaikat-Nya untuk sujud kepadamu, serta mengajarkan kepadamu nama-nama segala sesuatu.”[7]
Keempat: Alloh Subhanahu Wa Ta`ala tempatkan Adam dan Hawa di jannah-Nya, sebelum Alloh Subhanahu Wa Ta`ala turunkan ke muka bumi karena dosa yang dilakukan keduanya. Alloh Subhanahu Wa Ta`ala berfirman:“Dan Kami berfirman: ‘Hai Adam, diamilah oleh kamu dan istrimu jannah ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik di mana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang zalim’.” (Al-Baqarah: 35)
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Rahimahullah berkata: “Di antara faedah-faedah ayat ini adalah Alloh Subhanahu Wa Ta`ala memberikan nikmat kepada Adam dan Hawa, di mana Alloh Subhanahu Wa Ta`ala tempatkan keduanya dalam jannah.” (Tafsir Surat Al-Baqarah, 1/130)
Jannah yang ditempati Adam `alaihissalam adalah Jannatul khuldi yang akan dimasuki anak keturunannya dari kalangan orang-orang yang beriman setelah hari kebangkitan, sesudah mereka melewati Ash-Shirath (jembatan), bukan jannah yang lain. Inilah yang ditunjukkan dzahir Al-Kitab dan As-Sunnah. Ibnul Qayyim berkata dalam Mimiyah-nya[8]:
Maka kemarilah menuju jannah ‘Adn! Sesungguhnya dia adalah * Tempat tinggalmu pertama, dan di dalamnya ada kemah-kemah
Maksud ucapan Ibnul Qayyim: “Tempat tinggalmu pertama” dalam bait syair di atas, bahwasanya jannah yang akan dimasuki kaum muslimin setelah hari kebangkitan adalah jannah yang pertama kali dahulu ditempati Adam `alaihissalam bapak manusia.
Teori Darwin, Pelecehan terhadap Hak Rasul-rasul Alloh Subhanahu Wa Ta`ala dan Manusia
Di tengah maraknya kampanye hak asasi manusia, ada hal yang seharusnya kita tanyakan kepada mereka para pejuang HAM, dan tentunya pertanyaan ini juga untuk kita masing-masing: sudahkah hak Alloh Subhanahu Wa Ta`ala dan rasul-rasul-Nya kita penuhi? Atau justru slogan hak asasi manusia dijadikan sebagai alat untuk mengesampingkan hak Alloh Subhanahu Wa Ta`ala dan Rasul-Nya?
Ketika kita tilik, ternyata HAM telah disalahgunakan untuk menggeser hak-hak Alloh Subhanahu Wa Ta`ala dan Rasul-Nya n. Sebagai misal, di saat Alloh Subhanahu Wa Ta`ala telah menetapkan syariat berkaitan dengan hukum waris, di mana Alloh Subhanahu Wa Ta`ala menentukan bahwa bagian anak perempuan separuh dari anak laki-laki, maka dengan dalih pembelaan hak dan keadilan, sebagian manusia menyalahkan hukum Alloh Subhanahu Wa Ta`ala dan Rasul-Nya n. Mereka mengatakan bahwa hukum waris Islam tidak adil, hukum waris Islam tidak lagi relevan di zaman emansipasi, tidak lagi cocok untuk masyarakat modern dan berkembang seperti saat ini.
Kebebasan berpikir tanpa batasan syariat adalah contoh lain dari bentuk pelecehan terhadap hak-hak Alloh Subhanahu Wa Ta`ala dan Rasul-Nya. Kebebasan ini menghasilkan pemikiran dan teori-teori yang menyelisihi syariat Alloh Subhanahu Wa Ta`ala serta menolak kabar dari Alloh Subhanahu Wa Ta`ala dan Rasul-Nya. Penyelisihan ini tidak boleh dibela atau dibiarkan dengan dalih kebebasan berpikir dan berekspresi. Bahkan sebaliknya, teori-teori ini harus diperangi dan dihukumi dengan timbangan syar’i.
Para pembaca rahimakumullah (semoga Alloh Subhanahu Wa Ta`ala merahmati Anda sekalian). Hadits Abu Hurairah Radiyallahu`anhu dan ayat-ayat di atas menunjukkan kemuliaan Adam `alaihissalam yang wajib kita yakini. Demikian kewajiban seorang mukmin ketika mendengar ayat-ayat Alloh Subhanahu Wa Ta`ala dan hadits-hadits Rasulullah Shalallhu`alaihi Wassalam. Tetapi kemuliaan Adam `alaihissalam telah dilecehkan dengan kelancangan manusia yang tidak beriman kepada Alloh Subhanahu Wa Ta`ala dan Rasul-Nya . Bukan hanya Adam `alaihissalam, bahkan seluruh nabi dan Bani Adam dilecehkan oleh teori evolusi yang dicetuskan pemikirnya, seorang kafir, Charles Darwin, dalam tulisannya On The Origin of Species by Means of Natural Selection (th. 1859 M), dan pendahulu-pendahulunya. Dalam teorinya ini, dia nyatakan bahwa manusia pertama bukanlah sosok manusia sempurna yang memiliki kesempurnaan akal dan badan.
Kita tidak terlalu heran jika teori ini berasal dari orang kafir yang tidak mau mengenal Alloh Subhanahu Wa Ta`ala dan Rasul-Nya, bahkan berpaling dari al-haq serta merasa bangga dengan ilmu yang ada pada mereka. Yang sangat disayangkan dan disesalkan, jika ada seorang muslim menganggap teori ini sebagai perkara biasa dan tidak menyangkut soal akidah. Lebih ironis lagi ketika teori evolusi dan pemikiran yang dibangun di atasnya dimasukkan dalam kurikulum pendidikan yang notabene dikonsumsi kaum muslimin tanpa adanya penyaringan dan pengingkaran. Akankah hal ini juga dibiarkan dengan dalih kebebasan berpikir dan perlindungan hak asasi atau hak intelektual?
Berikut kita nukilkan bagaimana pemikiran Darwin dipaparkan dalam mata pelajaran biologi sebagai kurikulum pendidikan yang diajarkan kepada generasi muslim, tanpa adanya pengingkaran, bahkan terkesan memberi penghormatan pada tokoh-tokoh pencetus teori ini serta menolerir pemikiran yang dibawanya. Dikatakan dalam buku tersebut: Charles Robert Darwin (1809-1882) adalah seorang ilmuwan Inggris. Dalam mengemukakan teori evolusinya, ia bertumpu pada sejumlah data yang didapatnya dari penelitian antara lain dari pulau Galapagos. Data yang dikemukakannya jauh lebih lengkap dari tokoh evolusi sebelumnya seperti Lamarck, Buffon, maupun Erasmus Darwin. Oleh karena itu, Darwin digelari sebagai “Bapak Evolusi” …… teori evolusi menyatakan bahwa semua spesies yang ada di bumi ini berasal dari spesies-spesies sebelumnya, sehingga manusia pun mestinya berasal dari spesies yang sudah ada sebelum manusia. …… Gorila dan Simpanse diduga merupakan primata yang paling erat hubungan kekerabatannya dengan manusia, berdasarkan kenyataan bahwa susunan Hb (hemoglobin) kedua primata hanya mempunyai sedikit perbedaan dengan manusia. Primata primitif diduga telah ada kira-kira 75 juta tahun yang lalu. Dari primata primitif radiasi evolusinya mengarah ke berbagai macam bentuk, dan dari salah satu di antara jalur evolusinya dihasilkan manusia.[9]
Tanpa ada pengingkaran, baik dalam buku ini atau dari para pemangku mata pelajaran biologi, siswa dipersilakan mencerna teori ini dan menikmatinya sebagai sebuah ilmu!
Para pembaca, semoga Alloh Subhanahu Wa Ta`ala rahmati kita semua. Tidakkah kita merasa iba kepada generasi muslim yang dijejali teori-teori kufur seperti ini? Sesungguhnya telah menjadi kewajiban bagi kita untuk membela hak-hak Alloh Subhanahu Wa Ta`ala dan Rasul-Nya sebagaimana salafus shalih dan ulama-ulama Ahlus Sunnah bangkit mengungkapkan kecemburuan mereka ketika musuh-musuh Alloh Subhanahu Wa Ta`ala berusaha memadamkan syariat-Nya.
Asy-Syaikh Abdurrahman Nashir As-Sa’di berkata: “Kisah (Adam `alaihissalam) yang sangat agung ini Alloh Subhanahu Wa Ta`ala sebutkan dalam kitab-Nya di banyak tempat dengan sangat jelas tanpa keraguan. Kisah ini termasuk seagung-agung kisah yang disepakati seluruh rasul, diturunkan dalam kitab-kitab samawi, dan diyakini seluruh pengikut para nabi, baik dari orang-orang yang telah lalu atau yang akan datang. Hingga muncullah pada zaman-zaman terakhir sekelompok orang zindiq yang mengingkari semua apa yang dibawa oleh para rasul, bahkan mengingkari keberadaan Pencipta. Mereka tidak menetapkan ilmu kecuali ilmu-ilmu alam yang bisa dicapai pikiran-pikiran mereka yang sangat picik.
Dibangun di atas paham yang sangat jauh dari hakikat syariat dan akal sehat inilah, mereka mengingkari (Adam dan Hawa) dan apa yang Alloh Subhanahu Wa Ta`ala dan Rasul-Nya beritakan tentang keduanya. Mereka meyakini bahwa manusia dahulu adalah sesosok hewan kera atau yang semisal dengannya, hingga berevolusi menjadi manusia seperti keadaan saat ini. Mereka tertipu dengan teori-teori rusak yang dibangun di atas sangkaan-sangkaan akal yang menyimpang.
Demi mengagungkan teori ini mereka tinggalkan seluruh ilmu yang shahih, lebih khusus ilmu-ilmu yang datang kepada mereka dari jalan rasul-rasul Alloh Subhanahu Wa Ta`ala. Benarlah atas mereka apa yang dikabarkan Alloh Subhanahu Wa Ta`ala:
“Maka tatkala datang kepada mereka rasul-rasul (yang diutus kepada) mereka dengan membawa keterangan-keterangan, mereka merasa senang dengan pengetahuan yang ada pada mereka dan mereka dikepung oleh azab Allah yang selalu mereka perolok-olokkan itu.” (Ghafir: 83)
Perkara mereka sangatlah jelas bagi kaum muslimin dan semua orang yang menetapkan adanya Al-Bari` (Dzat yang menciptakan, yaitu Alloh Subhanahu Wa Ta`ala). Semua mengetahui bahwa mereka adalah kelompok yang paling sesat.” (Qashashul Anbiya` hal. 22-23)
Para pembaca rahimakumullah. Apa yang tertuang dalam teori evolusi benar-benar penyelewengan dan pengingkaran atas semua kabar Alloh Subhanahu Wa Ta`ala dan Rasul-Nya n. Dalam teori evolusi, manusia pertama digambarkan sebagai sosok yang sangat jelek, makhluk kera yang tidak mampu tegak berdiri. Penggambaran ini jelas telah melecehkan hadits-hadits Rasulullah Shalallhu`alaihi Wassalam yang mengabarkan kesempurnaan penciptaan Adam `alaihissalam. Teori evolusi menggambarkan manusia pertama sebagai manusia purba atau kera yang primitif. Tidak mampu berbicara dan tidak mengenal ilmu, karena akal yang belum berkembang, baru kemudian berevolusi (berkembang) seiring dengan berjalannya waktu dan berlalunya masa.
Dia terwujud dan tinggal di dunia –bukan di jannah– memperjuangkan nasibnya, bertarung melawan alam dengan segala kekurangannya, badan yang bungkuk, otak yang bebal, mulut yang gagap tak pandai bicara hingga dia mati. Kemudian keturunannya melanjutkan perjuangan bapaknya. Berjuang di tengah kerasnya alam hingga kesempurnaan tubuh diperoleh dengan bertahap. Mulailah badannya tegak, akalnya mampu berpikir dan mulutnya pun berbicara dengan bahasa yang dipahami.
Para pembaca rahimakumullah, bandingkanlah teori ini dengan kabar-kabar Alloh Subhanahu Wa Ta`ala dan Rasul-Nya yang demikian gamblang. Adakah seorang muslim ridha hak-hak Alloh Subhanahu Wa Ta`ala dan Rasul-Nya dihinakan dengan teori-teori seperti ini?
Di Antara Pengaruh Teori Darwin terhadap Sebagian Kaum Muslimin
Seorang muslim seharusnya mengetahui sejauh mana teori evolusi menyimpang dari syariat Allah Yang Maha Agung. Teori ini telah melecehkan Adam `alaihissalam dan seluruh keturunannya. Lebih dari itu, teori ini jelas-jelas menentang Allah Rabbul ‘alamin (penguasa semesta alam). Tetapi yang sangat mengherankan justru ketika seorang muslim terpengaruh dengan teori ini, lalu menjadikannya sebagai bahan kajian. Padahal berita Alloh Subhanahu Wa Ta`ala dan Rasul-Nya berkenaan dengan penciptaan Adam sangat jelas. Menyedihkan memang ketika seorang muslim terpengaruh dengan teori ini, sementara kabar Alloh Subhanahu Wa Ta`ala dan Rasul-Nya tidak dia ketahui bahkan dipertentangkan dan disejajarkan dengan teori nyleneh evolusi.
Tentang hal ini, Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di Rahimahullah berkata: “Akan tetapi (beberapa pengaruh) mazhab dahriyin[10] telah masuk kepada sebagian kaum muslimin. Muncul sekelompok (muslimin) di zaman ini menafsirkan sujud malaikat kepada Adam (dengan penafsiran yang menyelisihi syariat). Makna (sujud menurut mereka) adalah bahwa Alloh Subhanahu Wa Ta`ala menundukkan alam ini kepada Adam. Demikian pula hasil bumi, bahan tambang dan sejenisnya, telah Alloh Subhanahu Wa Ta`ala tundukkan untuk Bani Adam. Inilah makna sujud malaikat (kepada Adam).
Seorang yang beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta`aladan hari akhir tidak meragukan bahwa penafsiran ini berakar dari teori (evolusi) yang jahat. Penafsiran ini adalah bentuk penyelewengan terhadap kitab Alloh Subhanahu Wa Ta`ala. Tidak ada bedanya antara penyelewengan ini dengan penyelewengan kaum Bathiniyah dan Qaramithah. Seandainya kisah (sujud malaikat kepada Adam) ditakwilkan (diselewengkan maknanya) kepada makna ini, sungguh penyimpangan serupa akan ditujukan pula kepada kisah-kisah lain dalam Al-Qur`an.
Dengan sebab (penafsiran sesuai hawa nafsu) ini, berubahlah Al-Qur`an yang sebelumnya penjelas bagi segala sesuatu, menjadi sekadar simbol-simbol yang memungkinkan bagi musuh-musuh Islam melakukan apa saja terhadap Al-Qur`an (berupa penyimpangan-penyimpangan makna). Maka Al-Qur`an pun ditolak dan hidayahnya pun berubah menjadi penyesat, rahmatnya berubah menjadi azab. Maha suci Engkau (ya Allah), sesungguhnya ini adalah kedustaan yang nyata.” (Qashashul Anbiya`, hal. 23)
Wahai Manusia, Tunaikanlah Hak Alloh Subhanahu Wa Ta`ala dan Rasul-Nya
Pengingkaran terhadap syariat Alloh Subhanahu Wa Ta`ala dan Rasul-Nya n, baik berupa perintah dan larangan atau berita dan kabar, adalah bentuk pengingkaran hak-hak Alloh Subhanahu Wa Ta`ala dan Rasulullah Shalallhu`alaihi Wassalam.
Teori evolusi dan pemahaman yang dibangun di atasnya adalah contoh pengingkaran syariat yang wajib kita ingkari, bukan malah dibela dan dipelihara dengan dalih kebebasan berpikir dan berkreasi. Apalagi dijadikan sebagai kurikulum yang dikonsumsi generasi muslim tanpa pengingkaran. Wallahul musta’an.
Manusia rame-rame mengusung slogan hak asasi manusia, tetapi mereka melupakan hak Alloh Subhanahu Wa Ta`ala dan Rasul-Nya n, disadari atau tidak. Lihatlah, kesyirikan dengan berbagai jenis dan ragamnya begitu marak, dibiarkan bahkan dilindungi undang-undang dengan dalih budaya yang harus dilestarikan atau menghormati hak leluhur, dan alasan-alasan lainnya. Tempat-tempat keramat yang sarat dengan penyimpangan dijadikan sebagai cagar budaya, kesyirikanpun tumbuh subur dan berkembang bak jamur di musim hujan. Mereka lupa dengan hak Alloh Subhanahu Wa Ta`ala yang sangat agung –yaitu tauhid– di saat mereka kumandangkan pemenuhan hak asasi manusia. Tidakkah mereka ingat untuk apa mereka diciptakan?
Rasulullah Shalallhu`alaihi Wassalam bersabda kepada Mu’adz bin Jabal Radiyallahu`anhu:
“Hak Allah atas hamba-Nya adalah mereka beribadah kepada Allah saja dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatupun.” (HR. Al-Bukhari)[11]
Alloh Subhanahu Wa Ta`ala memiliki hak atas seluruh manusia. Demikian pula manusia memiliki hak-hak yang wajib kita penuhi, sesuai dengan manzilah (kedudukan) mereka. Rasul-rasul Allah memiliki hak, kedua orangtua memiliki hak, tetangga memiliki hak. Demikian pula manusia seluruhnya. Bahkan hewan-hewan juga memiliki hak. Tetapi haruslah diyakini bahwa hak-hak tersebut hanya syariat Alloh Subhanahu Wa Ta`ala-lah yang menjamin dan menjaganya, bukan undang-undang buatan manusia atau ketentuan adat yang menguasai tatanan sebuah masyarakat.
Pembaca rahimakumullah. Di akhir pembahasan ini, marilah kita memohon kepada Alloh Subhanahu Wa Ta`ala semoga Allah Subhanahu wa` ta`ala mengembalikan kaum muslimin kepada shirathal mustaqim. Teriring sebuah nasihat kepada kaum muslimin terutama para pendidik untuk memerhatikan apa yang diucapkan dan disampaikan, sesuaikah dengan syariat atau justru berseberangan dengannya? Hal ini tidaklah terwujud kecuali jika mereka mau menempuh kewajiban menuntut ilmu syariat dan bertanya kepada ulama rabbani, yang benar-benar berjalan di atas jalan Rasulullah Shalallhu`alaihi Wassalam dan sahabat-sahabat beliau. Wallahu a’lam bish-shawab, wa shallallahu ‘ala Muhammadin wa alihi wa shahbihi ajma’in. Alhamdulillahi Rabbil ‘alamin.12
[1] Evolusi diartikan sebagai perkembangan makhluk hidup secara berangsur-angsur dari bentuk yang sederhana ke bentuk yang lebih sempurna. Misalnya, manusia berasal dari kera yang berkembang.
[2] Faedah: Rantai sanad ini terkenal dengan shahifah Hammam bin Munabbih, yaitu shahifah (lembaran) yang semua haditsnya diriwayatkan dari jalan Abdurrazzaq bin Hammam Ash-Shan’ani dari Ma’mar bin Rasyid dari Hammam bin Munabbih dari Abu Hurairah Radiyallahu`anhu. Sanad ini disepakati keshahihannya oleh Al-Bukhari dan Muslim. Al-Imam Ahmad bin Hanbal meriwayatkan semua hadits shahifah dalam Musnad beliau. Lihat Musnad Al-Imam Ahmad (2/312-319). Sementara Syaikhain, Al-Bukhari dan Muslim hanya meriwayatkan sebagian hadits shahifah, termasuk di dalamnya hadits tentang penciptaan Adam `alaihissalam.
[3] Lihat Al-Mukminun ayat 13-14
[4] Hadits ini menunjukkan kepalsuan hadits tentang kisah ‘Auj bin ‘Unuq, anak Adam yang hidup hingga zaman nabi Nuh `Alaihissalam yang memiliki ketinggian 3333 sepertiga hasta. Kisah ini dikeluarkan Abu Syaikh dalam kitab beliau Al-’Azhamah, dan tentang kepalsuannya diterangkan Ibnul Qayyim dalam kitab beliau Al-Manarul Munif.
[5] HR. Al-Bukhari (no.3327), Muslim (8/146), dan Ibnu Majah (no. 4333), dari hadits Abu Hurairah Radiyallahu`anhu. Lihat takhrij hadits ini dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah (7/3/1472, no. 3519).
[6] Tentang waktu penciptaan Adam, Rasulullah Shalallhu`alaihi Wassalam bersabda:
“Dan Allah ciptakan Adam `alaihissalam di pengujung waktu dari waktu-waktu Jum’at, di antara ‘Ashar dan malam hari.” (HR. Muslim, 4/2149)7 Hadits di atas adalah bagian dari hadits syafaat yang panjang diriwayatkan Al-Bukhari (4/404) dan Ahmad (3/166) dari hadits Anas bin Malik Rahimahullah.
[8] Qashidah mimiyah yang disebutkan Ibnul Qayyim di awal kitab Hadil Arwah (hal. 23), Thariq Al-Hijratain (hal. 50-55), dan Madarijus Salikin (3/200-201).9 Dari buku pelajaran Biologi untuk SMP, Drs. Slamet Prawirohartono dan Prof. Dr. Ir. Siti Sutarmi, M.Sc., edisi ketiga tahun 1991, Penerbit Erlangga, hal. 106-111.
[10] Yaitu orang-orang yang mengingkari adanya pencipta. Mereka menganggap bahwa hidup dan mati terjadi karena perputaran masa semata. Sebagaimana Alloh Subhanahu Wa Ta`ala berfirman tentang mereka dalam Surat Al-Jatsiyah ayat 24.
[11] HR. Al-Bukhari no. 285612 Faedah-faedah hadits Abu Hurairah Radiyallahu`anhu: (1) Hadits ini menetapkan sifat Al-Kalam bagi Alloh Subhanahu Wa Ta`ala. (2) Orang yang berjalan mengucapkan salam kepada orang yang duduk, sebagaimana Adam mengucapkan salam kepada malaikat (3) Boleh dalam menjawab salam dengan ucapan: “Assalaamu’alaikum” (mendahulukan kata As-Salam) dan tidak disyaratkan untuk mengakhirkannya dengan ucapan “Wa’alaikumus salam” (4) Disunnahkan dalam menjawab salam dengan jawaban yang lebih sempurna, sebagaimana jawaban malaikat kepada Adam. (5) Penduduk jannah masuk ke dalamnya dalam keadaan sempurna dan hilang semua sifat kurang mereka di dunia seperti cacat, buta, pendek tubuh, hitam kulit, dan sifat-sifat kurang lainnya.
Dengan rahmat Alloh Subhanahu Wa Ta`ala kita memohon kepada-Nya semoga Alloh Subhanahu Wa Ta`ala masukkan kita ke dalam Firdaus-Nya yang kekal dan mengalir di bawahnya sungai-sungai. Faedah-faedah lain dari hadits dapat dilihat pada beberapa maraji’, di antaranya Fathul Bari (11/3-7) dan Syarh Shahih Muslim (17/178) Al-Imam An-Nawawi. Wallahu a’lam bish-shawab.
Maraji` : http://www.asysyariah.com
Dipublikasikan oleh : Udrussunnah ITB
Post a Comment