Home » , » Ingin Selamat, Walau Bermaksiat

Ingin Selamat, Walau Bermaksiat

Written By Dwiki Irvan on Saturday, October 1, 2011 | 10:38 AM

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabaraktuh

Sahabat, kawan, teman, dan saudara-saudaraku yang semoga dirahmati Allah subhanahuwata’ala. Allah telah melarang para hambanya untuk bermaksiat kepadanya baik secara terang-terangan atau tatkala ia bersendirian tatkala tidak ada orang lain yang melihatnya.

Seseorang yang mencegah dirinya dari melakukan kemaksiatan dihadapan khalayak tentunya berbeda dengan orang yang mencegah dirinya dari melakukan kemaksiatan tatkala ia bersendirian. Sesungguhnya ujian yang hakiki adalah ujian yang dihadapi seorang hamba tatkala ia sedang bersendirian kemudian tersedia dihadapannya sarana dan prasarana serta kemudahan baginya untuk melakukan kemaksiatan, apakah ia mampu mencegah dirinya dari kemaksiatan tersebut??

Inilah ujian yang hakiki, ujian yang sangat berat, beruntunglah bagi mereka yang bisa selamat dari ujian ini.

لألفين أقواما من أمتي يأتون يوم القيامة بحسنات أمثال جبال تهامة فيجعلها الله هباء منثورا فقالوا يا رسول الله صفهم لنا لكي لا نكون منهم ونحن لا نعلم فقال أما إنهم من إخوانكم ولكنهم أقوام إذا خلوا بمحارم الله انتهكوها


“Sungguh aku mengetahui sebuah kaum dari umatku yang datang pada hari kiamat dengan membawa kebaikan yang banyak seperti[1] bukit Tihamah kemudian Allah menjadikannya seperti debu yang beterbangan.” Maka mereka -sahabat- bertanya,“Wahai Rasulullah, berikanlah ciri mereka kepada kami agar kami tidak termasuk golongan mereka dalam keadaan tidak sadar.” Maka beliau menjawab, “Adapun, mereka itu adalah saudara-saudara kalian, akan tetapi mereka adalah orang-orang yang apabila bersepi-sepi dengan apa yang diharamkan Allah maka mereka pun menerjangnya.” Keterangan: [1] HR Ibnu Majah II/1418 no 4245 dan At-Thobroni dalam Al-Mu’jam Ash-Shogir I/396 no 662 (dan ini adalah lafalnya) dan Al-Mu’jam Al-Awshoth V/46 no 4632. Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam shahih Sunan Ibnu Majah, dan As-Shahihah II/32 no 505.

Ketahuliah…, orang yang mampu menghindarkan dirinya dari kemaksiatan tatkala dihadapan orang lain namun ia terjerumus dalam kemaksiatan tatkala ia sedang bersendirian merupakan orang yang tercela. (Al Ustadz Firanda Andirja Abidin, 2010 M)

Setiap orang pasti menginginkan berada pada akhir kehidupan yang baik (husnul khotimah), bukan pada yang buruk (su’ul khotimah). Namun sudah sering kita saksikan ada beberapa orang yang mati dengan sangat tragis, sangat mengerikan yang mungkin kita belum pernah melihat sebelumnya. Su’ul khotimah inilah yang patut kita waspadai dan berusaha untuk tidak berada di ujung kehidupan semacam itu.

Saudaraku, perlu kiranya engkau tahu bahwa su’ul khotimah (mati dalam keadaan buruk) memiliki sebab yang seharusnya setiap orang menjauhinya. Sebab utama adalah karena berpaling dari agama Allah. Hal ini dapat berupa berpaling dari istiqomah, lemahnya iman, rusaknya i’tiqod (keyakinan), dan terus menerus dalam maksiat. (Al-Ustadz Muhammad Abdul Tuasikal, 1431 H)

Ada sebuah kisah yang perlu kita cermati dan hayati dalam hati yang terdalam. Jika Anda adalah orang yang senang dengan kemaksiatan yaitu menentang perintah Allah, seperti tidak mengesakan Allah, tidak sholat dengan baik, tidak berbuat baik kepada orang tua, tidak berakhlak mulia terhadap sesama muslim, tidak jujur, berzina, berpacaran, minum2an yang diharamkan, membuang/menyia-nyiakan waktu, melihat gadis-gadis cantik dengan penuh syahwat, dll sehingga maksiat itu tidak lagi akan membahayakanmu.

Kisah dialog yang bermanfa`at untuk diambil hikmahnya...

Suatu ketika seorang lelaki mendatangi Ibrohim bin Ad-ham…
ia mengatakan: “Wahai Abu Ishaq (panggilan kesayangan Ibrohim)! Sungguh, aku ini orang yang terlalu menuruti hawa nafsuku, maka ku mohon berikan aku nasihat yang dapat mencegah dan menyelamatkan hatiku!

Maka Ibrohim mengatakan: “Jika kamu setuju dan mampu menerapkan lima perkara ini, maka kemaksiatan tidak lagi membahayakanmu, dan kenikmatan tidak lagi menjerumuskanmu”.

Lelaki itu mengatakan: “Wahai Abu Ishaq, Sebutkanlah lima perkara itu!”

Ibrohim mengatakan: “Yang pertama: Jika kamu ingin melakukan maksiat kepada Alloh azza wajall, maka janganlah makan dari rizki-Nya!”

Maka lelaki itu mengatakan: “Lantas dari mana aku akan makan, sedang semua yang ada di bumi ini termasuk rizki-Nya?!”

Ibrohim menimpali: “Jika demikian, Apakah pantas kamu makan dari rizki-Nya, lalu kamu melakukan maksiat pada-Nya?!”

Lelaki itu mengatakan: “Tentunya tidak… Sebutkanlah yang kedua!”

Ibrohim mengatakan: “Jika kamu ingin bermaksiat pada-Nya, maka jangan menempati negeri milik-Nya!”

Maka lelaki itu mengatakan: “Ini malah lebih berat dari yang pertama… Jika semua negeri dari timur sampai barat itu milik-Nya, lantas dimana aku akan bertempat?!”

Ibrohim menimpali: “Jika demikian, Apakah pantas kamu makan dari rizki-Nya dan menempati negeri milik-Nya, lalu kamu melakukan maksiat pada-Nya?!”

Lelaki itu mengatakan: “Tentunya tidak… Sebutkanlah yang ketiga!”

Ibrohim mengatakan: “Jika kamu ingin bermaksiat pada-Nya, sedang kamu mendapat rizki dari-Nya dan menempati negeri milik-Nya, maka carilah tempat yang tidak bisa terlihat oleh-Nya, lalu lakukanlah maksiat di tempat itu!”

Maka lelaki itu mengatakan: “Wahai Ibrohim, bagaimana ini mungkin, sedang Dia bisa melihat apapun yang tersembunyi?!”

Ibrohim menimpali: “Jika demikian, apakah pantas kamu makan dari rizki-Nya, dan menempati negeri milik-Nya, kemudian kamu melakukan maksiat kepada-Nya padahal Dia melihatmu dan semua gerak-gerikmu?!”.

Lelaki itu menjawab: “Tentunya tidak… Sebutkanlah yang keempat!”

Ibrohim mengatakan: “Jika nanti datang Malaikat Kematian untuk mencabut nyawamu, maka katakan padanya: ‘Tanggguhkanlah kematianku, sehingga aku bisa menjalani taubat nasuha dan melakukan amalan-amalan yang baik’!”

Maka lelaki itu mengatakan: “Ia takkan menuruti permintaanku”

Ibrohim menimpali: “Jika kamu tidak mampu menolak kematian untuk bertaubat, dan kamu tahu bahwa jika datang kematian maka tidak mungkin lagi ditangguhkan, lantas bagaimana kamu akan menyelamatkan diri?!”

Lelaki itu mengatakan: “Sebutkanlah yang kelima!”

Ibrohim mengatakan: “Jika Malaikat Zabaniyah nanti datang untuk menggiringmu ke Neraka, maka jangan mau pergi bersamanya!”

Lelaki itu mengatakan: “Mereka tidak akan membiarkan dan mendengarkan ucapanku”

Ibrohim menimpali: “Lantas bagaimana kamu mengharapkan keselamatan?!”

Maka lelaki itu mengatakan: “Wahai Ibrohim, cukup… cukup… Aku sekarang mohon ampun dan bertaubat kepada-Nya”

Akhirnya lelaki itu selalu menemani Ibrohim dalam ibadah, hingga kematian memisahkan keduanya…

(Kisah ini diterjemahkan oleh: Abu Abdillah Addariny, dari Kitab at-Tawwaabiin, karya al-Muwaffaq Ibnu Qudamah al-Maqdisi, hal: 285-286 di tulis di Kota Nabi, Madinah Al-Munawwarah, Juli 2009).

disadur kembali oleh : Fahmi Ikhwanudin GL ITB 2008
Share this article :

Post a Comment